Cerpen - Pelita Di Gubuk Reyot

Gubuk reyot itu, berdiri di antara deretan rumah berdinding papan dan atap bocor, menjadi saksi bisu dari perjuangan seorang anak bernama Arya. Di usianya yang baru lima belas tahun, ia sudah mengerti betul arti kata “ bertahan” —bukan sekadar hidup, tapi berjuang untuk tak tenggelam dalam kemiskinan yang menggigit dari pagi hingga malam. Ayahnya, seorang pemulung, pulang dengan tubuh basah oleh peluh dan tas plastik berisi botol-botol kosong yang tak seberapa nilainya. Ibunya, dengan tangan kasar yang mulai mengeras oleh panas wajan dan dinginnya jalanan, menjajakan gorengan dari satu gang ke gang lain. Satu-satunya harapan mereka, satu-satunya cahaya yang menyala di tengah gelapnya hidup, adalah Arya. Buku-buku lusuh yang ia beli dari pasar loak menjadi sahabat sejatinya. Di bawah cahaya redup lampu minyak yang sering berkelap-kelip seperti hendak padam, Arya menyulam mimpi—bukan untuk dirinya semata, tapi untuk orang tua yang telah mengorbankan segalanya. “Aku harus bisa. Aku haru...